Minggu, 04 Juli 2010

Segera Bentuk Kabupaten Bekasi Utara





Kab. Bekasi Utara yang ingin terpisah dari kabupaten induk diharapkan bisa segera terbentuk dan pemerintah diharapkan pula segera membentuk dan merealisasikannya. Demikian diungkapkan Ketua Panitia Pembentukan Kab. Bekasi Utara, Sanusi Nasihun kepada "GM", Senin (18/5) di Kantor Bupati Bekasi.

Menurut Sanusi, pembentukan Kab. Bekasi Utara sudah disetujui 81% penduduk Kab. Bekasi Utara yang terdiri atas 12 kecamatan. Sedangkan PAD dan penduduk serta luas wilayahnya, kata Sanusi, sudah memungkinkan untuk membentuk Dati II otonom baru Bekasi Utara.

Sedangkan wilayah yang akan tergabung, menurut Sanusi, terdiri atas 12 kecamatan, yakni Kec. Taruma Jaya, Babelan, Sukawangi, Tambelang, Sukakarya, Sukatani, Cabang Bungin, Muara Gembong, Pabayuran, Tambun Utara, Karang Bahagia, dan Cibitung. Sedangkan jumlah penduduknya lebih kurang 2 juta orang.

Mengenai PAD sudah memenuhi persyaratan pembentukan wilayah otonom baru, yakni 1,7 triliun per tahun. Sedangkan PAD itu selama ini disumbangkan kepada pemerintah pusat yang bersumber dari perdagangan dan jasa. "Kalau wilayah ini menjadi daerah otonom baru, PAD-nya untuk membiayai belanja daerah," ujar Nasihun.

Disebutkannya, sumbangan yang terbesar wilayah ini adalah dari perdagangan dan jasa, belum lagi dari segi Industri maupun pertanian dan bahkan dari segi perikanan, terutama dari hasil kelautan, cukup menjanjikan.

Wilayah utara, khusunya Tambelang dan Cabang Bungin adalah penghasil perikanan, sedangkan dari segi pertanian disumbangkan dari Kecamatan Sukatani atau lumbang padi. Dilihat dari segi pendapatan daerah wilayah Bekasi Utara, sudah memenuhi syarat menjadi wilayah otonom baru, terpisah dari wilayah Kab. Bekasi Induk.

Oleh sebab itu menurut Sanusi, sudah selayaknya Pemprov dan Pemerintah Pusat mengkaji dan mendorong wilayah otonom. "Kami minta Bupati Bekasi Induk seharusnya mendorong wilayah menjadi Kab. Bekasi Utara agar pelayanan masarakat lebih ditingkatkan," ujarnya. (B.62)**

Sumber :
http://klik-galamedia.com/indexedisi.php?id=20090519&wartakode=20090519133530
19 Mei 2009

Sumber Gambar:

Peta Bekasi - Jabar
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bekasi

Peta Bekasi
http://bekasiutara.files.wordpress.com/2009/07/peta-bekasi.jpg

Kilang LPG Babelan
http://forum.detik.com/showthread.php?t=25043
Hutan Mangrove Muara Gembong
http://bekasitourism.com/activities.php?hal=activities-all.php&id=51

Peta Bekasi Utara


View Larger Map

Tujuh Sumur Minyak Baru Ditemukan di Bekasi

Tidak kurang dari tujuh calon lokasi sumur minyak baru ditemukan di Kabupaten Bekasi. Sumur-sumur tersebut sudah disurvei Pertamina, tetapi belum digali karena Pemerintah Kabupaten Bekasi belum mengeluarkan izin eksplorasi.

Ketujuh lokasi sumur minyak itu berada di Kecamatan Sukawangi, Sukakarya, Tarumajaya, Muara Gembong, Babelan, dan Tambun Utara, serta Cikarang Utara. ”Lokasi itu sudah selesai disurvei Pertamina, tetapi kami belum mengeluarkan izin eksplorasi,” kata Wakil Bupati Bekasi Darip Mulyana, ketika ditemui Kamis (21/8).

Sampai saat ini, Pertamina sedang mengeksplorasi minyak di wilayah Babelan. Cadangan minyak bumi yang terkandung di Babelan diperkirakan mencapai 233 juta barrel minyak. Selain menghasilkan minyak bumi, sumur-sumur Pertamina di Babelan juga menghasilkan jutaan kaki kubik gas alam.

Menurut Darip, Kabupaten Bekasi kaya akan potensi minyak bumi, tetapi kekayaan alam itu belum mampu dimanfaatkan sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bekasi, terutama warga bagian utara Kabupaten Bekasi.

Daerah-daerah yang memiliki kandungan minyak bumi tersebut umumnya berada di wilayah utara Kabupaten Bekasi. Namun, kemiskinan tampak jelas di daerah yang kaya potensi minyak bumi, seperti terlihat di wilayah Babelan.


Sumber :
http://nasional.kompas.com/read/2008/08/22/05503710/tujuh.sumur.minyak.baru.ditemukan.di.bekasi
22 Agustus 2008

Udang Galah Muara Gembong




Ola. Apa kabar? Malam Minggu nih. Karena bingung hendak melakukan apa, baiknya saya menulis saja. Hehe. Nah tulisan singkat kali ini benar-benar tentang mancing. Tepatnya memancing udang galah di Kali Bekasi, Jawa Barat. Udang galah atau Penaeus monodon (Latin) dan atau Tiger prawn (Inggris) adalah target pancingan yang populer di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di luar negeri sana. Di negeri kita yang terkenal dengan potensi udang galahnya adalah Kalimantan dan Sumatera. Udang galah di kedua pulau itu bisa sebesar botol minuman mineral 600 ml besarnya. Komunitas pemancing udang galah di Indonesia, menurut saya, juga cukup besar dan termasuk sangat militan.

Di Kali Bekasi lokasi memancing udang galah yang masih cukup baik terletak di dekat muara tepatnya di daerah Muara Gembong (3 jam dari Jakarta) dimana air sungainya masih lumayan jernih dan terbebas dari polutan. Ukuran udang galah yang terpancing tidak semuanya besar. Mulai dari sebesar jempol tangan orang dewasa hingga seukuran gagang joran popping. Udang galah sejatinya bisa tumbuh besar hingga sepanjang 36 cm dengan berat hingga 6-7 ons. Di Kali Bekasi, dalam sehari, asal kita berada di spot yang tepat, strike akan banyak sekali terjadi. Udang biasanya akan makan saat air mulai pasang naik ataupun pasang turun. Intinya waktu ada pergerakan arus air. Namun meski begitu udang galah tidak akan berada di lokasi yang arusnya deras. Dia akan memilih lokasi yang airnya tidak terlalu deras. Hambatan paling besar memancing di Kali Bekasi adalah saat turun limbah dari daerah industri di Bekasi dan sekitarnya yang dibuang ke kali ini, udang galah biasanya akan menghilang. Kalau sudah begitu, diperlukan waktu hingga 1 ½ bulan agar udang galah muncul kembali.

Piranti mancing yang kita perlukan adalah joran spinning dari fiber yang sangat lentur. Saking lenturnya, biasanya tidak ada ukuran lbs-nya lagi. Pemancing udang kawakan biasanya membuat sendiri jorannya. Joran tegeg yang lentur juga bisa digunakan tetapi akan lebih rumit saat men-setting kedalaman air. Kemudian diperlukan reel yang kecil sekali. Tidak pakai reel juga bisa tetapi akan sulit saat fight dan mengatur kedalaman. Tali pancing sebisa mungkin tali monofilamen yang halus/lembut (3-10 lbs). Kail yang kita gunakan adalah kail khusus untuk mancing udang khususnya nomer 9-12. Bentuk kail ini biasanya melengkung seperti jarum dan tanpa barb (kait). Kita juga memerlukan pemberat dari timah bulat kecil (pemberat bisa kita letakkan di atas kili-kili). Umpan paling efektif adalah cacing tanah dan cacing bakau (yang darahnya merah dan amis). Kita juga masih memerlukan kelapa bakar yang dipecah-pecah untuk chumming agar udang datang dan berkumpul di lokasi mancing.

Nah menangani udang ini harus sangat lembut. Kalau sudah terjadi strike, udang tidak boleh disentak seperti layaknya mancing ikan, tetapi dibiarkan saja dulu hingga ujung joran agak melengkung halus. Baru kemudian kita menarik atau lebih tepatnya mengangkat perlahan-lahan joran kita sambil menggulung reel dengan sangat pelan dan halus. Idealnya saat digulung posisi kenur tegak lurus dengan posisi udang. Sensasi memancing udang berbeda dengan memancing ikan besar di lautan karena saat memancing udang kita membutuhkan kesabaran tinggi dan perasaan yang sangat halus. Salam mancing udang!

* Tunggu penayangan episode mancing udang galah Muara Gembong ini hanya di MANCING MANIA TRANS|7.
* Foto 1: Ukuran udang galah di Muara Gembong, Kali Bekasi, Jawa Barat. Termasuk besar untuk ukuran udang galah di Jawa. Tetapi biasa saja kalau dibandingkan dengan ukuran udang galah di luar Jawa.
* Foto 2: Tugu ucapan selamat datang di 'gerbang' Kecamatan Muara Gembong. Daerah rupanya sadar dengan potensinya.
* Foto 3: Tepian kali di Muara Gembong cukup jernih untuk ukuran sungai-sungai di Jawa. Udang biasanya memilih lokasi yang tidak berarus deras.



Sumber :
Michael Risdianto
http://michaelrisdianto.blogspot.com/2009/08/udang-galah-muara-gembong-kisah-mancing.html
8 Agustus 2009
* All pictures taken 06/08/09

Sukarelawan Empat Dekade

Penemuan Situs Buni sempat mencengangkan dunia arkeologi pada 1960-1970-an. Ketika itu, para arkeolog dan ribuan penduduk Bekasi dan sekitarnya berlomba menemukan "harta karun"-emas, tepatnya-di lokasi tersebut. Ada sejumlah penduduk yang menyerahkan hasil penggalian mereka ke Museum Nasional secara sukarela. Beberapa arkeolog kemudian turun tangan, bahu-membahu dengan penduduk setempat, untuk menyelamatkan Situs Buni. Di antaranya R.P. Soejono, I Made Sutayasa, Teguh Asmar, dan Hasan Djafar. Dana penelitian yang seret membuat para arkeolog ini nyaris tak bisa bergerak selama bertahun-tahun. Namun, saat Pertamina menemukan minyak di Babelan, aktivitas penyelamatan Situs Buni kembali digiatkan. Berikut ini beberapa nama yang telah banyak menyumbangkan tenaga demi kelangsungan Situs Buni hingga sekarang.

Dullah

Ingat Situs Buni, ingat Pak Dullah. Meski Dullah sudah meninggal dunia pada 1980-an di usia 60-an tahun, arkeolog senior ataupun petugas Museum Nasional selalu menyebut nama warga Sukatani, Bekasi, itu tatkala berbicara tentang hasil temuan dari Situs Buni, yang jumlahnya mencapai ratusan buah. "Tanpa Pak Dullah, koleksi Situs Buni tak seberapa," kata Kepala Museum Nasional, Endang Sri Hardiati.

Sejatinya, Dullah adalah pedagang serabutan. Tatkala pada 1960 Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN) menyerukan agar masyarakat melapor bila menemukan benda purbakala, intuisi bisnis Dullah muncul. Dullah keluar-masuk kampung untuk membeli aneka hasil temuan, seperti perhiasan emas, manik-manik, gerabah, dan beliung persegi. Setelah membeli dan menghimpunnya, Dullah langsung membawanya ke Museum Nasional atau Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (sebelumnya LPPN). Kalau Museum Nasional tak punya uang, dia bersedia dibayar pada pengiriman "barang" berikutnya. "Pak Dullah lebih sebagai penyelamat Situs Buni ketimbang bisnisnya," kata Endang.

Romli Abdullah

Belasan kapak persegi masa neolitikum dikeluarkan dari laci lemari lusuh. "Dikoleksi, mana tahu berguna," kata pemiliknya, Romli Abdullah, 69 tahun. Benda-benda yang dibuat dan digunakan masyarakat Buni masa prasejarah tersebut biasanya diperoleh Romli secara kebetulan ketika ia mencangkul pekarangannya untuk menanam kangkung dan bayam. "Kemarin, saya mendapat beliung persegi saat mencangkul," ujarnya kepada TEMPO.

Kesadarannya untuk menyelamatkan benda-benda prasejarah dilakukan sejak ditemukannya Situs Buni pada 1958. Ketika itu, Romli menjabat juru tulis desa, sedangkan kepala desanya ayahnya sendiri, Abdullah. Selain berbekal ilmu dari guru sejarahnya tatkala ia duduk di bangku sekolah rakyat, kepeduliannya terhadap benda-benda Situs Buni tumbuh berkat perkenalannya dengan arkeolog R.P. Soejono dan Panglima Kodam Jaya Umar Wirahadikusuma, yang berkunjung ke Buni pada 1960.

Meski Soejono sudah tak meneliti Buni, Romli tetap membantu arkeolog, sejarawan, wartawan, dan anak sekolah yang ingin mengetahui sejarah Buni. Ketika Pemerintah Kabupaten Bekasi menyusun buku sejarah Bekasi pada 1970-an, Romli membantu tim penelitian yang dipimpin M. Husein Kamaliy dan Eni Suhaeni. Kini, saat dirinya sudah pensiun dan hidup sebagai petani, selain menyelamatkan situs, dia dengan sabar menerangkan kepada anak-anak Buni tentang fungsi kapak persegi bagi kehidupan. "Mereka harus bangga, nenek moyangnya adalah pekerja tangguh sejak zaman purba," ujarnya.

Nurhasan Ashari

Kegeraman terpancar dari wajah Nurhasan Ashari, 33 tahun. Anak muda Babelan yang kini menjabat Ketua Presidium Pusat Peran-Serta Masyarakat (PPM) Kabupaten Bekasi itu terpaksa mempersiapkan surat yang ditujukan untuk Pertamina. "Mereka harus melibatkan arkeolog," ujar Nurhasan. Alasannya, lokasi pengeboran minyak persis berada di wilayah kompleks situs kebudayaan Buni.

Perhatian dan pengetahuan sejarah yang diperoleh sampai tingkat SMU membuat Nurhasan berupaya menyelamatkan situs di Babelan tersebut. Selain menghimpun benda yang diduga berasal dari masa prasejarah dan sejarah, Nurhasan, si sukarelawan penyelamat situs, pun berjuang di jalur formal. Bekerja sama dengan pemerintah setempat, lembaga swadaya masyarakat yang dipimpinnya telah melakukan penelitian pada 2003. Hasilnya, antara lain, buku Benda Cagar Budaya Kabupaten Bekasi. Tidak sampai di situ, dia dan kawan-kawannya tengah berjuang agar DPRD dan Pemerintah Kabupaten Bekasi membuat peraturan daerah tentang perawatan, perlindungan, dan pelestarian benda cagar budaya. "Selamatkan Situs Buni sebelum terlambat," ujarnya.

R.P. Soejono

Kelopak mata Prof. Dr. R.P. Soejono berkaca-kaca ketika mendengar kabar tanah Babelan memuncratkan minyak. Ia terharu karena di satu sisi eksploitasi menghasilkan devisa amat besar untuk negara. Tapi, di sisi lain, tambang minyak itu bakal merusak Situs Buni, yang belum tuntas diteliti. "Saya kecewa kalau proyek minyak merusak Situs Buni," kata Soejono sambil memperlihatkan puluhan kapak persegi masa neolitikum dari daerah Buni. Arkeolog senior di Bidang Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan itu layak gusar. Sebab, dialah arkeolog pertama yang datang ke Buni pada 1960, ketika ribuan orang berpesta-pora mengaduk-aduk tanah Babelan untuk memperoleh berbagai perhiasan emas di sekitar tulang-belulang manusia, aneka gerabah, dan beliung persegi.

Sadar temuan tersebut berasal dari masa prasejarah dan awal sejarah, Soejono, yang ketika itu masih berstatus mahasiswa arkeologi Universitas Indonesia, bersama Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional serta Panglima Kodam Jaya Umar Wirahadikusuma sempat meminta masyarakat menghentikan penggalian. "Tapi, di belakang kami, mereka tetap menggali." Dengan perasaan sedih, Soejono terus melakukan penelitian. Sayangnya, belum rampung mengungkap rahasia Buni, dia ditugasi ke Bali pada 1961. Arkeolog senior ini sempat memperkenalkan Situs Buni kepada dunia internasional untuk pertama kalinya melalui tulisannya berjudul Indonesia dalam buletin Asian Perspectives pada 1963.

Soejono dibantu oleh dua muridnya yang juga setia kepada situs Buni selama bertahun-tahun, yakni I Made Sutayasa dan Teguh Asmar. Penelitian Situs Buni menjadi tak terurus sejak 1970-an setelah Sutayasa ke Bali dan Teguh meninggal dunia. Kini, pada usianya yang beranjak 78 tahun, Soejono menggeliat kembali. Dalam waktu dekat, dia ingin menyambangi Buni. "Mencari kaitan Situs Buni, minyak, dan peradaban manusia," kata Soejono.

Hasan Djafar

Situs Buni membuat arkeolog Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Hasan Djafar, 63 tahun, tergelitik untuk memfokuskan diri pada penelitian arkeologi sekitar Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Pada masa mahasiswa, Hasan terjun ke Babelan untuk menyaksikan kemegahan situs Buni. Dari situ, dia mencoba melakukan pengembangan penelitian. Bersama-sama arkeolog Ayatrohaedi dan sejumlah mahasiswanya, dia menjalin kerja sama dengan Dinas Permuseuman DKI Jakarta sejak 1970-an.

Dari hasil penelitiannya, ternyata temuan benda prasejarah sejenis Situs Buni tersebar amat luas sampai ke Banten, Jakarta, dan Karawang. Bahkan Jabotabek didominasi temuan prasejarah masa neolitikum. "Kebudayaan Buni seakan memancar ke daerah yang amat luas," ujarnya. Keasyikannya melakukan pengembaraan membuat dirinya tertambat di Batujaya, Karawang, sejak 1984. Rupanya, di persawahan sebelah timur Sungai Citarum terdapat gundukan tanah (unur) yang kemudian terbukti sebagai candi Kerajaan Tarumanegara pada abad V-VI. Inilah salah satu kompleks percandian tertua di Pulau Jawa.

Kini Hasan dipercaya meneliti Batujaya atas sokongan donatur bergengsi dari sejumlah
negara maju. Bahkan, untuk memperoleh gelar doktornya pun, dia membahas Batujaya. Dari hasil penelitiannya, Batujaya diyakini sebagai pusat religi Tarumanegara, sedangkan Bekasi diindikasikan sebagai pusat politik dan pemerintahan. Maka, seusai membedah Batujaya, dia bertekad akan membedah Bekasi dan Jakarta sampai terkuaknya misteri Situs Buni dan lokasi Kerajaan Tarumanegara. Mengutip Hasan: "Saya akan kembali ke (Situs) Buni dan Tarumanegara di Bekasi."


Sumber :
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2004/04/19/SEL/mbm.20040419.SEL90694.id.html
19 April 2004

Warga Sukatani Menuntut Kali Cikarang Terbebas Limbah

Sesuai rencana, puluhan warga Sukatani yang tergabung dalam For Kampuss-C (Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sungai Sukatani Cikarang), Rabu (05/05) mendatangi Bupati Bekasi. Mereka ingin menyampaikan kekecewaan mereka pada pencemaran sejumlah kali yang mereka andalkan untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun rupanya Bupati tak menemui warga tanpa alasan. Akhirnya warga hanya bisa diterima Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kabupaten Bekasi, Daryanto.

“Bupati tidak peka dan tanggap dengan keluhan warga Sukatani yang sudah hampir 15 tahun merasakan pencemaran Kali Cikarang. Padahal Kali Cikarang dipergunakan sebagai kebutuhan sehari-hari warga. Sudah dua kali kita kecewa Bupati tidak pernah mau menemui warga,” sesal Marjaya, warga Sukatani di ruang rapat Asda II.
Warga menuntut agar Bupati tegas dan menindak pabrik dan perusahaan yang telah melakukan pencemaran.

Sementara Kepala BPLH, Daryanto tak bisa berbuat banyak. Daryanto kembali berjanji turun ke lapangan untuk memastikan pencemaran yang terjadi. Daryanto juga mengatakan masalah tersebut sebagai kewenangan Perum Jasa Tirta II.

Tak puas dengan itu, warga pun bergeser ke DPRD Kabupaten Bekasi. hadapan Komisi C, perwakilan warga, Fery Muzakki, mengungkapkan selain pabrik, sejumlah tempat pemotongan ayam juga berkontribusi pada pencemaran Kali Cikarang. ”Ada sekitar 30 tempat pemotongan, dengan intensitas sekitar 800 ekor ayam yang dipotong setiap harinya oleh setiap rumah potong dan mereka membuang bekas potongan serta darahya ke Kali Cikarang. Padahal Kali tersebut masih dipakai sebagai MCK bagi warga,” ujar Kepala Bidang Dakwah PUI Kecamatan Sukatani ini.

Kepada Komisi C, Fery mewakili warga meminta agar ada penindakan tegas kepada perusahan yang melakukan pencemaran, menutup pemotongan ayam di bantaran Kali Cikarang, menindak oknum pegawai Pemkab Bekasi pada instansi yang terkait yang telah 15 tahun membiarkan pencemaran lingkungan terjadi di Kali Cikarang, dan terakhir, warga meminta fungsi Kali Cikarang dikembalikan.

Ketua Komisi C, Aep Saepul Rohman berjanji akan memenuhi permintaan warga. “Kami juga akan meminta kompensasi bagi kebutuhan warga yang sangat mendambakan air bersih sebelum kali tersebut normal seperti semula dan terhadap pelangggaran penggunaan tanah untuk pemotongan yang tanpa izin akan melibatkan Satpol PP dalam penegakannya,” janjinya. (zal/jie)


Sumber :
http://radar-bekasi.com/index.php?mib=berita.detail&id=56891
8 Mei 2010

Desa Sukadarma Kec. Sukatani Diduga ada Sumber Minyak

Masyarakat Desa Sukadarma patut bersyukur atas anugrah yang diberikan Allah SWT, pasal Desa Sukadarma Kecamatan Sukatani,Kabupaten Bekasi, menurut Humas Pertamina, melalui penelitian Seismik 3 Dimensi, bahwa di Kabupaten Bekasi dan Karawang ada dugaan sumber minyak. Sedangkan untuk di kabupaten Bekasi terindikasi ada 120 Desa yang terdapat sumber minyak, diantaranya Desa sukadarma.

Seperti yang dikatakan Humas Pertamina Seismik pada sosialisasi adanya dugaan sumber minyak yang berada di Desa Sukadarma Kecamatan Sukatani.

Kepala Desa Sukadarma ditemui Bekasinews.com setelah selesai acara sosialisasi yang diselenggarakan Humas Pertamina mengatakan "Saya bersyukur , jika memang benar dugaan adanya sumber minyak diDesa ini,s"aya berharap memang benar-benar adanya sumber minyak tersebut, jika dugaan sumber minyak terbukti , masyarakat akan sangat senang , semoga dengan adanya sumber minyak tersebut, dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat." Ujarnya.

Sementara itu Humas Pertamina mengatakan, “ini baru dugaan adanya sumber minyak yang berada di Desa Suka Darma, melalui penelitian system seismike 3 dimensi, didapat dugaan adanya sumber minyak di Desa ini, selain itu juga dugaan adanya sumber minyak tim seismike telah melakukan penelitian dikabupaten Karawang dan Bekasi”.jelasnya.

Sedangkan di Kabupaten Bekasi terdapat dugaan sumber minyak ,kurang lebih 120 Desa yang berada di beberapa Kecamatan. (M. Joko YP)


Sumber :
http://bekasinews.com/serba-sebi/tokoh/836-desa-sukadarma-kec-sukatani-diduga-ada-sumber-minyak-.html
8 Desember 2008